Di tempat lain,
kilau mata hijau anjing-anjing hutan melacak mangsa, mengendus muka tanah, tercium
bau lezat santapan. Mereka tersenyum liar, tersedia daging perawan terbungkus
dedaunan hutan. Bosan sudah kawanan serigala mengunyah daging alot orang-orang
dewasa.
Angin sepoi
menerbangkan aroma manis gadis berkerudung mendekati moncong para serigala.
Seketika, kaki-kaki kokoh pemangsa mencabik-cabik lantai bumi. Seekor serigala
hitam melesat jauh memburu tubuh gadis penuh bulir-bulir peluh yang meluruh.
***
Dalam hitungan
menit, kawanan serigala berhasil mengejar gadis berkerudung merah jambu.
Serigala memata-matai Fanya dari belakang. Mengendap-endap sehalus sutra,
hingga suara patahan dahan-dahan kering pun lamat terdengar. Empunya
taring-taring runcing itu menunggu waktu yang tepat untuk mengerkam tubuh gadis
kecil itu.
Kumpulan mimpi itu
berontak dalam jaring, kepakan sayapnya mengaduh. Tanpa disadari, kawanan
serigala menyergap dari arah belakang. Mata serigala itu mendelik, eraman penuh
nafsu, air liur menetes di antara taring tajamnya. Fanya melirik, beberapa siluet
hitam pemangsa siap menerkam tubuh kecilnya yang kini menggigil takut.
Kawanan mimpi
semakin meronta hingga merobek jaring gadis itu. Seketika, puluhan makhluk
bernama mimpi melesat bagai kilatan petir, menggelegar. Nyala terang
mimpi-mimpi menabur teror kepada kawanan serigala. Kilaunya menyilaukan mata. Makhluk
bersayap menghujam telak raga para serigala, bagaikan tombak pahlawan menembus
dada pemberontak. Sontak para serigala mengerang, menyalak sumbang. Perlahan
kawanan serigala tergopoh lesu, tersengat listrik. Binatang karnivora itu
seperti mati lemas.
Fanya berjibaku.
Sikunya membiru, berkali tersungkur jatuh. Sebisanya ia menjauh dari seringai
taring serigala. Ia mencoba menata debaran dada di balik tumbuhan rambat. Telapak
tangan menyapu butir-butir bening berjajar rapi di kening. Kini Ia bisa lega,
meski hatinya merana tak berwarna. Tersisa segenggam asa dalam jaringnya.
***
Kawanan hewan ganas
tumbang, hanya satu yang bertahan, serigala hitam, sang pimpinan kelompok.
Meski tubuhnya seperti terbakar, matanya yang sekarang buta itu memancarkan
amarah. Bisa-bisanya kelompok pemangsa terkuat tergeletak tak berdaya. Taring-taring
berliur kian gemeretak, ingin segera mencabik tubuh kerontang Fanya. Lolongan menyapa,
tapi gadis itu menjawabnya dengan tangis tak berbunyi. Serigala sangat murka.
Serigala hitam mengibarkan
bendera balas dendam. Meski hanya tinggal seonggok tulang, tetap saja, serigala
ingin menyantapnya. Gadis itu terdesak, ajal merangkak pelan mendekatinya,
sabit hitam malaikat maut terkalung di lehernya. Gadis terhuyung meninggalkan
alas, air mata mengalir deras, pasrah menyerah kepada sang maut serupa
serigala. Aroma kematian tercium jelas.
Gadis itu takut
sejadi-jadinya, pipinya becek, tubuhnya gemetar, tersengal-sengal dia menangis.
Fanya sadar sang maut benar-benar memeluk tubuh layunya.
“Berikan aku mimpi
itu, cepat..” tiba-tiba suara muncul dari balik dedaunan meranggas.
“Siapa kamu?”
diselidikinya sosok bayang yang bergerak di depannya.
“Cepat.. berikan
aku segenggam mimpi itu, aku akan menolongmu.”
“Siapa kamu?”
tanyanya lirih, hampir seperti berbicara dalam hati.
“Aku pemburu mimpi,
teman-temanku dimakan oleh anjing jalang itu. Sekarang ini aku hanya bisa
bersembunyi. Percayalah, aku aku menolongmu, tapi berikan mimpi itu padaku.”
Perlahan, tubuh ceking itu berkelabat
mendekati. Separuh badannya tertutup tanah, separuhnya lagi berjubahkan
dedaunan basah. Sosoknya begitu familiar ketika wajahnya tertimpa cahaya mimpi.
“Ini caraku untuk
mengelabui penciuman tajam serigala. Beri aku sedikit mimpi itu.”
Kepada pemuda itu,
diberinya segenggam penuh. Pemuda ceking itu lantas menghirupnya. Mimpi-mimpi
itu berlesatan merasuki pemuda ceking. Matanya terbelalak, makhluk benama mimpi
itu menyerangnya bertubi-tubi, dan semakin menjadi. Jiwa pemuda itu penuh
dengan mimpi. Kawanan mimpi melilit kuat otak pemuda ceking, mengendap di
dalamnya, bermetamorfosis menjadi ide-ide brilian.
***