Senin, 31 Desember 2012

Catatan Akhir Tahun (31/12/12)


Kaki-kaki lelah menapak pelan menuju ke sudut ruangan. Aku merenung sendiri di dalam pekat. Menanti waktu bergulir kembali, menanti saat tak ada lagi suara atau teriakan-teriakan kemunafikan. Aku berlutut seraya menarik nafas perlahan, menundukkan kepala kemudian menutup mata. Hening, sssstttt......

***
Aku membuka buku lamaku yang sedari tadi aku dekap di dada. Buku yang aku ambil dari rak buku yang mulai terselimuti debu, seolah menjadi istana nyaman para laba-laba dan rekan binatang lainnya. Baris ke enam pada rak teratas, tepatnya. Buku dengan tebal 365 halaman, mulai aku baca halaman per halaman.

Pada halaman 3 aku terhenti. Dimana catatan pertama kalinya aku bertemu dengannya, manusia bernama perempuan. Di mana setiap kata-kata yang terangkai melukiskan keindahannya. Terlalu indah hingga tak ada goresan-goresan tinta hitam yang bisa mewakilinya.senyuman dan tawa kecil mengiringi saat aku membaca satu per satu petualangan bersamanya.

Hampir setengah buku aku lahap, tersadar ada berberapa halaman yang hilang. Ada bekas robekan kertas kasar yang masih tersisa. Ya, itu adalah halaman dimana aku mengalami kepahitan hidup. Aku masih ingat malam itu, dengan amarah tak terbendung, dia robek semua halaman itu. Lalu dia membakarnya di depan kedua matak. dengan tersenyum kecut, dilemparkannya abu-abu kertas itu di wajahku, lalu berlalu begitu saja. Kamu telah membakar semua harapan yang tergantung di atas awan.

Lanjut aku membaca buku itu, tepat di halaman 310, catatan cerita di man kita dipertemukan kembali. Kembali menyusun satu per satu kepingan yang dulu berserakan. Tapi kali ini aku merasakan sesuatu yang tak sama lagi. Bagai debu diterpa angin, hilang tak  bersisa. Itulah yang kini aku rasa saat bersama dia.

Tepat di halaman 365, tertulis “I hate the ending myself, but it started with an alright scene,” sebuah lirik lagu Discenchanted dari MCR menutup bait terakhir buku itu. Ya, whats done is done, yang berlalu biarlah berlalu, dan mari kita membuka sesuatu yang baru. Kini aku mengambil buku baru, kembali aku buka, hamparan kertas putih masih mendominasi buku itu. Dan kini tak seperti sang waktu yang menuliskan hidupku, biarlah aku yang menulisnya sendiri kisahku kali ini.
***

Selasa, 18 Desember 2012

Hati Bersih Demi Air Bersih





Kaos yang dikenakan penuh bercak-bercak tanah. Kaki dan tangannya berlapis lumpur mengering. Wajahnya berselimut keringat, dekil dan tak sedap dipandang. Si bocah tampak kotor sehabis puas bermain dengan teman-teman sebayanya.

Langkah kakinya mengendap-endap masuk rumah, sesekali menengok kiri kanan. Dia tak ingin kena omel ibunya jika memergokinya pulang kotor-kotoran. Satu langkah, dua langkah diambilnya, tiga langkah pelan hingga sampailah bocah itu di depan pintu kamar mandi. Bak mandi berukuran jumbo terbingkai oleh sepasang mata si bocah. Dilucuti semua pakaian yang menempel pada tubuhnya. Seketika, si bocah  mendekati bak mandi penuh air itu. Tanpa pikir panjang, byuuuuuuurrrr.... si bocah dengan girangnya masuk ke dalam bak mandi. Hampir saja senyum menyimpul sebelum suara yang dia kenal mengagetkannya.

“Daruu !!!” bentak sang ayah sembari melototi anaknya yang asyik berendam dalam bak mandi.

“Le, koe ra mudeng pie nk banyune lagi asat,” (”Kamu gak tahu ya kalau kita lagi sulit air,”) lanjutnya.

Hampir 17 tahun berlalu kejadian itu, tetapi hingga kini kejadian lampau itu masih membekas dalam pikiran saya. Ya, bocah nakal itu telah beranjak dewasa. Itulah sepenggal memori masa kecilku. Kini, saya mulai mengerti betapa pentingnya air bagi manusia, bahkan dalam hal sekecil pun.

Kembali ke cerita masa silam. Guna menghindari omelan ibu, kelakuan saya itu justru mengotori air seisi bak mandi. Dan gara-gara ulah saya yang berendam dalam bak mandi, ayah, ibu dan 4 saudaraku tidak bisa mandi sore itu. Kran kembali dibuka ayah, lalu aku mengamati air hanya mengucur ala kadarnya dari mulut kran, sangat sedikit. Saat itu, kami sekeluarga tinggal di daerah Jatingaleh, Semarang di mana sedang musim kemarau dan sulit mendapatkan air.

Berkat kesalahan kecil, orang lain ikut celaka. Itulah pelajaran yang bisa aku petik. Pengalaman yang biasa, tapi mempunyai efek yang luar biasa. Mulai saat itu, saya berhati-hati dalam menggunakan air, baik air minum maupun air bersih.

Berawal Dari Diri Sendiri

Berdasarkan pengalaman saya semasa kecil itu, saya mulai sadar bahwa untuk menjaga kelestarian air bersih, harus dimulai dari diri sendiri. Jangan sampai kebodohan dan keegoisan saya sewaktu kecil terulang kembali, memakai seluruh persediaan air sehingga merugikan orang lain. Mental mencintai air ini harus tertanam dalam setiap diri seseorang. Hal yang besar pun dimulai dari yang kecil. Kita pun juga harus memulai menjaga ketersediaan air bersih dengan hal-hal kecil terlebih dahulu, seperti:
·        Mulailah menghemat penggunaan air dalam keperluan sehari-hari, seperti minum, mencuci dan mandi.  
·         Langsung mematikan kran jika air sudah terisi penuh atau tidak dipakai lagi.
·         Jangan membuang sampah di sungai, karena dapat mencemari air sungai.
·        Menjadi teladan dan berani memberi contoh kepada keluarga, teman, masyarakat tentang pentingnya melestarikan air bersih.

Jika setiap individu telah sadar akan pentingnya air bagi kehidupan, maka akan mempermudah mengontrol dan membantu masyarakat/pemerintah dalam program pengelolaan air bersih. Disini, pemerintah diharapkan berperan aktif dalam menjaga kelangsungan air bersih, seperti:
·        Melakukan konservasi air, seperti membuat waduk sebagai cadangan air. Waduk dapat menampung debit air yang berlebih sehingga dapat digunakan pada saat dibutuhkan.
·         Melakukan reboisasi atau penghijauan kembali.
·         Membuat lahan terbuka atau hutan kota sebagai serapan air.
·         Memberi sanksi tegas kepada pabrik yang membuang limbah ke sungai.
·        Gencar melakukan sosialisasi tentang pentingnya air bersih, seperti melalui film, ILM (iklan layanan masyarakat), poster atau pun cara-cara kreatif lainnya.

Di mana ada air, disitu ada kehidupan. Sebuah pepatah lama yang menggambarkan bahwa air merupakan unsur terpenting kehidupan makhluk dalam semesta. Bisa dibayangkan bila debit air bersih di bumi semakin lama semakin berkurang, maka dapat mengganggu keseimbangan alam dan manusia itu sendiri. Jika mengeksploitsi air secara terus-menerus, masyarakat lah yang dirugikan. Bahkan, generasi kita selanjutnya akan kesulitan menikmati air bersih.  Topik kekeringan dan kelangkaan air bersih seakan sudah menjadi rutinitas pemberitaan di media massa setiap musim kemarau. Tengok saja saudara-saudara kita di Gunung Kidul maupun NTT, bagaimana kerasnya perjuangan mereka untuk memperoleh setetes air bersih.

Diperlukan kesadaran dalam diri sendiri, masyarakat dan pemerintah akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Ketiganya harus saling bahu membahu melestarikan unsur sumber kehidupan ini. Itulah solusi utama dalam menjaga ketersediaan air bersih. Jika air bersih bisa kita kelola dan menghentikan eksploitasi air besar-besaran, niscaya anak cucu kita kelak masih bisa merasakan kesegaran dan kejernihan air bersih. Maka diperlukan hati yang bersih untuk menyelamatkan air bersih, pikiran yang jernih untuk melestarikan air jernih, dan jiwa yang sehat untuk tetap menikmati air yang sehat.

Mimpi: Menikmati Air Bersih di mana-mana

Pernahkah kalian bermimpi? Tiap pagi, setelah bangun tidur, membasuh muka seraya meminum air langsung dari kran, praktis sekaligus menyegarkan pastinya. Atau saat jalan-jalan di taman, kita bisa menikmati air kran yang langsung bisa diminum untuk melenyapkan dahaga. Sayang itu masih sebuah angan-angan, sebuah mimpi yang belum terwujud. Aktivitas itu hanya bisa dilakukan orang-orang di beberapa negara, seperti Denmark, Inggris, Cyprus, Kroasia, Singapura, Prancis, Amerika Serikat, dll. Negara-negara tersebut masuk dalam kategori negara dengan pengelolaan air bersih yang baik.
Sementara ini, mungkin Indonesia belum bisa seperti negara-negara itu, tapi aku yakin suatu saat Indonesia bisa melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Mungkin saat ini aku sudah bisa merasakan kepraktisan menikmati air bersih dengan adanya inovasi baru dari Unilever yang efektif dan hemat energi. Langsung bisa meminum air sumur, tetapi menyaringnya terlebih dahulu dengan Pure It yang kakak saya beli tempo hari.

 “Om, airnya mentah tapi langsung bisa diminum kok, aku aja ambil minumnya dari sini,” ujar keponakan kecilku, Shasha sembari telunjuknya mengarah pada Pure It.

Karena penasaran, aku pun mengambil gelas, membuka kran dan mengisinya penuh segelas. Tanpa basa-basi aku pun meminumnya. Kemudian aku balas tatapan polos keponakanku dengan mengangkat ke dua alisku. Segar... J


http://www.worldnature.org/wp-content/uploads/2011/10/freshwater_inside_large.jpg

Banner Ad