Matanya senja, raut muka menua, setua sejarah.
Menatap nanar ke arah matahari yang sedang berendam dalam hangatnya samudra. Hatinya iri kepada sang ombak yang tiap waktu datang dan membelai lembut pasir pantai.
Kini lakunya tak lagi gagah, tapi jiwanya tetap megah.
Pundaknya mungkin tak kuat lagi menggendong seperti masa lalu, tapi tubuhmu cukup kuat untuk memangku rindu.
Tangan renta tak lelahnya mengayak tanya, menakar sabar, yang kelak berat.. tak tertapung lagi...
Si tua menanti dalam senja, menunggu buyung dalam balutan rindu.
Bertemu hanya satu ucap doamu.
Biarkan aku menunggu di sini, tepat di balik rindu yang menggunung. Di antara angan-angan yang bergantungan di awan-awan.
Merapal doa di bawah sinar remang terhisap gelap malam.
Menanti waktu bergulir tak menentu.
*Untuk ayah,
dari anak yang pintar
menyembunyikan rapat-rapat
kerinduannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar