Rabu, 04 Juni 2014

KOLAM SUSU, KATANYA


Kaki seketika kaku. Bibir ini membiru. Mataku mengalir deras sungai batu. Angin merayapi tubuh bak kuku harimau. menyayat kulit. Ngeri!

Gedung gedung menjulang congkak. Kakinya mencakar dalam kulit bumi. Mencabik siti penuh peluh darah dan ambisi. Banyak jasad tak berdosa bergelatakan. Selosong peluru terbahak2 menghujam dada ranum perawan.
Raksasa jahanam sebesar dosa girang menyesap darah para pejuang.
Dimana bilik bambu beratap jerami itu?

Ada babi babi bermain lepas di kubangan air mata. Para balerina telanjang menari indah ditepian. Sementara lelaki berjas tertawa dengan asap mengepul di antara gigi pengerat.
Dimana kolam susu itu?

Gila, kota ini dipenuhi tikus berdasi yang sedang makan nasi. Sementara ksatria berjubah sebagai panglima perangnya kenyang berpoligami. Manusia hanya menjadi budak. Diperas saban hari sampai kering tulang.
Dimana satria piningit itu?

Kali ini mataku tertuju pada barisan ksatria berkuda. Wajah mereka merah, emosi tak terkendali. Menerjang semuanya. Derapannya riuh. Memekakkan 
telinga. Ada ratusan, bahkan ribuan yang lalu lalang. Semrawut.
Dimana hati nurani itu?

Adakah yang tersisa di kota ini, mataku memalingkan ke sisi lain. Disudut temaram, tak banyak sinar, hanya seorang gadis kecil dengan kalengnya. Menanti para pemberi mimpi.
Dimanakah tanah surga itu?




Banner Ad