Ketika otak kananku melantur bahwa ratu selalu bermata biru, sedang tetangga sebelahnya menggumam jika badut tak selalu lucu.
Penghayal mengaku menyesap jamu semanis madu. "Itu orang mabuk yang bilang begitu", pemikir mengangkat bahu.
Logika tertata megah di tengah lingkar merah langit ufuk timur. Tapi lihat, fantasi melawan dengan langit mengucur air susu, lalu pekat pun luntur.
Andai tubuh sewangi narwastu, melayang bagai jatayu. "Semakin liar kamu, tak masuk akal", menghela nafas, "semrawut".
Ah, apa daya. aku hidup di antara mereka, adalah kewajiban mengakurkan keduanya. Bulan bundar mulai ambil kendali menggusur pijar jingga senja. Selamat tidur imajinasi, kini giliran seterumu yang beraksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar