Sabtu, 22 September 2012

Sepotong Kisah untuk Sepotong Kenangan

Jemari menjerit menumpahkan segala emosi. Hanya ingin membagi tentang apa itu yang bernama rasa. Suatu ketika hujan rintik mencoba menyapu segala jejak. Angin berlalu tak kuasa tertiup badai, lalu terbang jauh melayang-layang mengitari asa. Si merah menyala membakar habis mimpi dengan lidahnya.

Kau buat sendiriku mematung, tak bereaksi. Sepiku bernyanyi pelan, melawan kepalsuan dan keputusasaan. Kebodohanku mengaburkan pandangan kayangan. Surga pecah sudah dalam genggaman.


Teringat kita terduduk di antara lembah hitam dan putih, berbagi sepotong roti tanpa ragi, menikmati senja yang hampir termakan malam. Aku merindukan aroma wangi rambutmu, yang kini tercium samar di bahuku. Aku merindukan tawa kecilmu, yang dulu menjadi pelita bagi langkahku. Aku merindukan segala, saat bersama.


Kamu pernah serupa purnama, sempurna menentramkan sukma. bersamamu embun menetes lembut, lalu bermekarlah senyum lugu. Aku rindu suara kaki-kaki gemulai menapak kecil, meniti, menari-nari. Ingin lagi mendengar  bunyi  kakimu memecah genangan air hujan.

Tapi kini, tersisa ceceran debu kata yang berserakan di beranda. Pagi pun lesu dan menangislah malamku. Terhentilah waktu, biar sang pemimpi terjaga, mencuci muka dan kembali bermazmur. 
 
Tetaplah indah hariku, meski tanpa sang penari. Tetaplah cerah pagiku, walau tanpa mentari. Menarilah jemariku, berlarilah kencang kakiku di atas gunung batu, dan istirahatlah imajiku, beristirahatlah berselimut bara.


teruntukmu, ya teruntukmu saja...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Banner Ad