“...Orang bilang tanah kita
tanah surga, tongkat dan kayu jadi tanaman..” nukilan lagu Kolam Susu dari Koes Plus itu
menggambarkan bagaimana sebenarnya tanah air kita sangat melimpah sumber daya alam
hayati maupun mineral. Tetapi realitasnya, sebagian besar rakyatnya justru
hidup jauh dari taraf sejahtera. Paradoks memang, tapi inilah fenomena
sesungguhnya yang terjadi di negeri tercinta ini. Salah satu faktor yang
menyebabkan rakyat menjadi sengsara, yakni pengelolaan negara yang salah oleh pemerintah,
seperti praktik korupsi yang merajalela.
Budaya korupsi tumbuh subur tidak
hanya di kalangan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, tetapi juga menjangkiti
masyarakat umum. Tindakan pemberantas korupsi
masih terlihat tebang pilih, yakni hanya memotong ranting-ranting kecilnya
saja, tetapi batang utama pohon dibiarkan begitu saja. Selama pokok pohon masih
menjulang kokoh, dan akar-akarnya kuat menghujam tanah, slogan “Indonesia Bebas
Koruptor” hanya menjadi wacana belaka. Jika pohon-pohon koruptor itu terus
dibiarkan tumbuh tinggi, negara Indonesia tinggal menunggu waktu untuk
mengalami kehancuran. Hak-hak rakyat
diambil oleh oknum pejabat korup sehingga masyarakat menjadi apatis dengan
pemerintahan. Jika hal ini terus menerus terjadi, perekonomian negara menjadi tidak stabil,
rakyat menjadi menderita, dan kelak negara akan chaos (kacau).
Maka dari itu, kita sebagai generasi
masa depan bangsa Indonesia harus turun tangan dan saling bahu-membahu
menghapus praktik korupsi, baik yang terjadi di kalangan elite maupun
masyarakat awam. Pemberantasan korupsi baik secara preventif maupun represif bukan
hanya tanggungjawab KPK, tetapi juga kita semua, karena korupsi saat ini
menjadi penyakit masyarakat yang harus segera disembuhkan.
Untuk memutus mata rantai
praktik korupsi harus dimulai dari diri sendiri. Sebuah tindakan kecil tapi
mempunyai efek yang besar. Kita melatih diri sendiri untuk berlaku bersih dan
jujur agar bisa menjadi panutan keluarga, teman, bahkan lingkungan sekitar. Nilai-nilai
agama juga harus kita amalkan dengan baik. Jika benteng iman kita semakin kuat,
maka tindak praktik korupsi dapat diminimalisir. Dengan pribadi yang memiliki
mental jujur dan karakter antikorupsi, percayalah, satu orang koruptor dimuka
bumi ini berkurang satu. Meskipun tindakan yang dimulai dari dalam diri sendiri
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai Indonesia bebas korupsi, tapi tindakan
kecil itu merupakan cara yang paling efektif.
“Selumbar di pelupuk mata saudaranya nampak, tetapi balok di matanya sendiri tidak
kelihatan,” saya jadi teringat omongan ayahku di kala sore hari ketika kami
berdua menonton televisi. Nasehat yang saya dapat dari beliau, kita jangan
langsung menyalahkan atau menghujat orang yang berbuat korupsi, tetapi kita
harus menegok diri kita dahulu, apakah kita diri kita sudah bersih dari perbuatan
korupsi atau belum. Jika diri kita sendiri saja belum bebas dari tindakan
korupsi meskipun skala mikro, tak sepatutnya kita juga menghujat para koruptor.
Besar kecilnya nilai uang yang dikorupsi adalah soal kedudukan atau kesempatan,
tetapi yang harus digarisbawahi setiap dalam diri seseorang berpotensi
mempunyai mental korupsi. Mental korupsi itulah yang harus dibasmi.
Saat itu saya mulai sadar, bahwa
secara tidak langsung saya juga pernah melakukan tindakan korupsi meski
dibilang mikro. Saat SMA dulu, saya sering meminta uang kepada orangtua dengan menaikan
harga buku sehingga dari situ saya mendapatkan uang jajan lebih. Salah satu
rangkaian Film Kita Versus Korupsi, yaitu Psssst... Jangan Bilang
Siapa-Siapa sangat-sangat menampar muka saya. Apa yang diceritakan dalam
film itu jadi cerminan dari perbuatan saya saat berbaju putih abu-abu. Dari film
itu saya menjadi sadar, kalau generasi penerus bangsa juga sudah terjangkit
virus korupsi sejak dini. Jika ini dibiarkan, maka akan sangat membahayakan
kelangsungan hidup negara Indonesia.
Selanjutnya, tindakan kecil
lainnya dengan menanamkan pendidikan antikorupsi dan kejujuran sejak dini. Jika
diri sendiri sudah merasa memiliki mental jujur dan karakter antikorupsi yang
kuat, kita bisa mencontohkan lalu menamankan nilai kejujuran itu kepada orang
sekitar kita, dimulai dari keluarga. Saya mengambil contoh dari film pendek Selamat
Siang, Risa! dimana peran ayah menjaga nilai-nilai kejujuran meskipun saat
itu dia sedang mengalami fase terendah yang akhirnya karakter jujur itu ditiru
oleh anaknya, Risa saat beranjak dewasa. Saat itu pak Woko (Tora Sudiro) tetap keukeuh
pada pendiriannya meskipun disodori tiga gepok uang, mengingat kondisi ekonomi
keluarga yang terpuruk dan tidak ada lagi biaya untuk berobat anaknya yang
sakit.
“Semua orang butuh uang, semua orang
susah, butuh makan, mungkin saya salah, tapi kesalahan saya gak akan saya
sesali sampai mati, maaf pak, gudang itu tanggung jawab saya, hanya dipakai
untuk keperluan perusahaan” Ujar Pak Woko.
Jujur,
kutipan itu sangat inspiratif untuk saya pribadi. Disaat orang yang sedang
terpuruk, dia menolak iming-iming uang sogok dan lebih berpegang dengan
ideologi kejujuran yang tertanam kuat di dalam dirinya.
Dalam hal ini pemerintah
diharapkan turut andil bagian meningkatkan pembentukan karakter antikorupsi
untuk generasi penerus bangsa dengan mencetuskan program antikorupsi di dalam
studi pendidikan anak usia dini (PAUD), taman kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga ke Sekolah Menengah Atas (SMA).
Selain itu, KPK dan pemerintah
bekerjasama melaksanakan program-program kreatif untuk menarik perhatian
generasi muda dalam mengobarkan semangat antikorupsi. Selain melalui media
film, KPK juga bisa mengadakan lomba-lomba, seperti menulis artikel maupun
membuat Iklan Layanan Masyarakat (ILM) tentang masyarakat, atau pun membuat
lomba film pendek yang bertemakan korupsi. Dari kegiatan semacam itu generasi
muda diajak untuk mengenal dampak dan bahaya korupsi, sekaligus untuk
menyalurkan kreativitas, sehingga terwujud generasi muda yang produktif dan
inovatif.
Kehadiran Film Kita Versus
Korupsi seakan menjadi nyala lilin di tengah kegelapan. Film gagasan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bekerjsama dengan Transperancy International Indonesia
(TII) dan USAID ini menjadi pencerahan bagi generasi muda untuk melawan praktik
korupsi. Dalam empat film pendek itu, penonton serasa di betapa korupsi sudah
menyerang di berbagai kalangan masyarakat. Untuk itu, mari kita sama-sama
memerangi korupsi, dan membabat habis mental korupsi dalam diri kita dan orang
lain, sehingga tumbuhlah karakter antikorupsi disetiap hati dan tindakan kita.
“If you wanna do the right
things, lets do it in the right way”, kutipan dalam Film garapan Lasja
F. Susastyo Aku Padamu menjadi penutup yang pas dalam tulisan ini mengajak
kita untuk melakukan sesuatu yang benar harus melalui cara dan jalan yang benar
juga supaya mendapatkan hasil yang benar.
BERDOA UNTUK INDONESIA LEBIH
BAIK !!!